Dalam serial Mahadewa di ANTV Mohit Raina berperan sebagai Siwa sedangkan Mouni Roy memerankan Dewi Sati. Keduanya sangat mendalami karakter hingga diluar syuting, hingga gosip kedekatan berujung hubungan pacaran sering dikaitkan. Kabar ini pun semakin menarik perhatian penggemar mereka baik dari Indonesia dan India. Benarkah keduanya memiliki hubungan asmara. Mereka berdua masih enggan untuk menjawabnya.
Mahadewa artinya Tuhan Yang Maha Besar dalam agama Hindu, nama lain beliau adalah Shiwa. Shiwa di bumi bersemayam di Kailasha yang Menurut keterangan kitab suci, merupakan perbatasan antara alam nyata dengan surga yang terletak dipuncak gunung Himalaya.
Gunung himalaya dipercaya gunung paling suci umat Hindu, seperti dinyatakan di dalam Bhagavad Gita; “Di antara gunung, Aku adalah Himalaya”, di gunung inilah bhatara Shiwa beryoga. Sedangkan di dalam diri manusia, bhatara Shiwa bersemayam didalam lubuk hati manusia, disebut sebagai Siwa Atma atau paramaatman. Kompasiana.com
Dewi sati (dalam film dikatakan Shakti), nama lainnya adalah Dewi Uma, pada inkarnasi berikutnya sebagai Dewi Parvati. Sati merupakan simbol kesetiaan seorang istri terhadap suaminya, dengan membakar diri ketika suaminya diaben. Tradisi ini pernah terjadi di Nusantara, khususnya Jawa dan Bali, juga di India. Cerita atau Tradisi ini di Indonesia dihapuskan Belanda, di India dihapuskan Inggris.
Daksa pada cerita 'Mahadewa' digambarkan sebagai Dewa yang arogan terhadap Shiwa, Ia salah satu putra Brahma diantara 9 putra Brahma yang diangkat sebagai “prajapati”, yang mencipta dan menjaga kelestarian makhluk. Brahma menikah dengan Prasuti putri dari Swayambhu Manu dan mereka dikaruniai 15 putri. Sati adalah salah satu putrinya yang dikawinkan dengan Mahadewa. Pada suatu saat diadakan upacara Yajna Agung yang diketuai oleh Marici, kakak Daksha. Semua penduduk kahyangan hadir. Dan, pada saat Daksha masuk dia nampak begitu berwibawa seperti matahari yang menyinari ruangan upacara. Semua resi berdiri dan menghormat Daksha kecuali Brahma dan Mahadewa. Daksha kemudian bersujud mengambil debu di kaki Brahma, sang ayahanda dan meletakkannya di kepala. Akan tetapi Daksha tersinggung dan marah kepada Mahadewa yang tidak berdiri menyambutnya seperti resi-resi yang lain, padahal Mahadewa adalah menantunya.
Dalam Film Mahadewa juga akan diceritakan percintaan Dewa Shiwa, hingga lahirnya Ganesha dan Kartikeya (di Bali disebut Dewa Kumara, Dewanya para anak kecil).
Dalam diri sati terjadi perang batin dan akhirnya Sati memenangkan perasaan kewanitaannya dan mendatangi upacara Yajna yang diadakan oleh ayahandanya. Sati melihat upacara yang agung dan semua kursi kehormatan telah terisi. Sati melihat semua orang dan melihat ke arah ayahnya, akan tetapi ayahnya seolah-olah tidak melihat dirinya. Tak seorang pun yang berani mengingatkan Daksa, dan tak seorang pun yang datang menyambut Sati. Hanya ibu dan sudari-saudarinya yang menyambutnya dengan pelukan. Daksha melakukan Yajna sebagai persembahan kepada Tuhan, akan tetapi dia tak sadar bahwa dia masih mempunyai rasa kemarahan dan keangkuhan terhadap Mahadewa. Rasa kemarahan dan keangkuhan adalah rasa bahwa dirinya besar, padahal melakukan persembahan mestinya dilakukan dengan tulus ikhlas dan menjadikan diri kita seperti seorang kawula di hadapan Majikan Agung.
Sati sadar bahwa Yajna ini ditujukan untuk menghina Mahadewa. Dengan bibir gemetar menahan kemarahannya Sati berkata, “Seorang bodoh seperti ayahanda memusuhi Tuhan yang tak ada bandingnya di alam semesta ini. Hanya orang bodoh yang melakukan hal ini. Makin baik seseorang maka mereka mengabaikan kesalahan dan mempertimbangkan kebaikan orang lain. Perilaku ayahanda tidak mempengaruhi suamiku, akan tetapi aku tidak bisa menerima itu. Suamiku disebut Shiva, segala sesuatu yang murni, baik dan suci. Ayah membencinya karena ayah adalah asiva. Aku malu badanku ini berasal dari ayahanda penghina Shiva. Aku tidak ingin dikenal sebagai Dakshayani, putri Daksha di alam selanjutnya. Badan ini cukup lama dipakai diriku dan sekarang kulepaskan. Sati duduk dalam posisi yoga dan badannya mulai terbakar api yang dipanggilnya. Sati menjadi abu.
Para pengawal Sati menyerang Daksha, akan tetapi Bhrigu tidak ingin orang merusak upacara dan segera membaca mantra. Dan, dari api persembahan keluar makhluk yang menghalau para pengawal Sati. Resi Narada mendatangi Mahadewa dan menceritakan apa yang terjadi pada Sati. Mahadewa tidak terkejut karena dia telah tahu apa yang akan terjadi. Shiva kemudian mencabut rambutnya dan melemparkannya ke tanah dan rambut itu berubah wujud menjadi Virabhadra makhluk tinggi besar yang menyala-nyala. Ia mempunyai seribu lengan dan memakai kalung tengkorak seperti Shiva. Dia melakukan perintah Shiva untuk membunuh Daksha dan menghancurkan segalanya di sana. Bhrigu yang mengutuk pengikut Mahadewa dicabut kumisnya oleh Virabhadra. Pusan yang mengetawakan Shiva giginya semua lepas karena pukulan Virabhadra. Bhaga yang telah menghasut Daksa untuk mengabaikan Sati matanya dihancurkan. Daksha akan dipancung tetapi tidak bisa dan Virabhadra sadar bahwa hal tersebut terjadi karena Daksha sedang mengadakan Yajna. Maka kepala Daksha dilepas dengan tangannya dan dilemparkannya ke api sebagai persembahan. Setelah itu Yirabhadra dan pengawal Shiva kembali ke Kailasha.
Sumber:http://triwidodo.wordpress.com/2011/06/22/renungan-bhagavatam-daksha-putra-brahma-keangkuhan-seorang-prajapati/